Rabu, 04 Januari 2012

Penggunaan Mixed Approach dalam Penelitian Pemasaran : apa mungkin atau tidak ?


Penggunaan Mixed Approach dalam Penelitian  Pemasaran : apa
mungkin   atau tidak ?
ADI MURSALIN


A.   Pendahuluan :

Penelitian atau riset adalah terjemahan dari bahasa Inggris research, yang merupakan gabungan dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Definisi tentang penelitian yang muncul sekarang ini bermacam-macam, salah satu yang cukup terkenal adalah menurut Webster’s New Collegiate Dictionary yang mengatakan bahwa penelitian adalah “penyidikan atau pemeriksaan bersungguh-sungguh, khususnya investigasi ataueksperimen yang bertujuan menemukan dan menafsirkan fakta, revisi atas teori atau dalil yang telah diterima”
. Penelitian yang menggunakan metode ilmiah disebut dengan penelitian ilmiah (scientific research). Dalam penelitian tersebut ada  dua jenis bentuk argumen yang sangat penting yaitu deduksi (deduction) atau yang juga disebut dengan penelitian kuantitatif, dan induksi (induction) atau yang disebut dengan penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif (induktif) adalah penelitian yang berguna untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena dan bukan angka-angka yang penuh prosentase dan merata yang kurang mewakili keseluruhan fenomena. Dari penelaitian kualitatif tersebut, data yang diperoleh dari lapangan biasanya tidak terstruktur  dan relatif banyak, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritis, dan mengklasifikasikan yang lebih menarik melalui penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif awalnya berasal dari pengamatan pengamatan kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif (Suwardi Endraswara,2006:81). Menurut  Brannen (1997:9-12), secara epistemologis memang ada sedikit perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif menentukan data dengan variabel-veriabel dan kategori ubahan, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting keduanya, terletak pada pengumpulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai instrument  pengumpul data, mengikuti  asumsi cultural, dan mengikuti data.  Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian deskriptif. Penelitiankualitatif mencakup berbagai pendekatan yang berbeda satu sama lain tetapi memiliki karakteristikdan tujuan yang sama. Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkrip wawancara  terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak lainnya.  Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif  (deduktif) ,  August Comte (1798-1857) menyatakan bahwa paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme.  Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsur metafisis dan teologis. Secara epistemologis, paradigma  penelitian kuantitatif adalah bahwa  sumber pengetahuan adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan hal-hal yangdapat ditangkap pancaindera (exposed to sensory experience). Hal ini sekaligus mengindikasikan,bahwa secara ontologis, obyek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations between phenomena).  Yang dimaksud dengan fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appearance given in sense perception  saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui panca indera, maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi (Edmund Husserl 1859-1926). Sejalan dengan penjelasan di atas, secara epistemologi, paradigma kuantitatif berpandanganbahwa sumber ilmu itu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Jadi, secara epistemologis, pengembangan ilmu itu berputar mengikuti siklus; logico, hypothetico, verifikatif.
Kita  juga mengakui bahwa kombinasi dan  rangkaian metode yang dipilih dalam bidang tertentu  merupakan keputusan yang sangat penting yang biasanya diberi informasi tidak hanya oleh pertanyaan  penelitian tersebut , tetapi juga oleh  sudut pandang ontology dan komitmen epistemology peneliti . Argumen untuk menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif metode sudah  dikenal  (Bourdieu 1992, Neuman 1999) dan baru-baru ini telah  diringkas di beberapa publikasi yang berkenaan dengan bank (Bamberger 2000; Baker 2000; Coudouel, Hentschel dan Wodon 2001; Hentschel 1999). Tidak ada bahwa pendekatan kuantitatif tersebut lebih baik daripada pendekatan kualitatif atau sebaliknya. Keduanya memiliki kekuatan dan kelemahan atau keduanya saling melengkapi. Sering ada keuntungan dalam menggabungkan kedua pendekatan dan isu tersebut adalah memilih kombinasi yang paling tepat setelah  masalah atau pertanyaan penelitian telah ditetapkan dengan benar (misalnya, Bamberger, 2000)
Wodon ( 2001 ) menunjukkan bahwa metode  kualitatif mempunyai tiga tujuan :1 ) membantu mendesain desain questionnaires; 2) menilai validitas hasil survei; dan iii ) mengumpulkan informasi yang diperoleh dari hasil survey tersebut.
B.  Permasalahan :
Berdasarkan informasi di atas mengenai  pendekatan penelitian kuantitatif dan pendekatan kualitatif,serta  pendekatan campuran atau kombinasi dari  pendekatan kualitatif dan kuantitatif,  yang menjadi permasalahan adalah :
1.   Apakah mungkin pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif  dapat digabungkan?
2.   Dalam kondisi yang bagaimana mixed approach tersebut dapat digunakan dalam penelitian bisnis dan ekonomi?
C.  Konstruksi Argumen :
C.1. Apakah mungkin pendekatan kualitatif dan kuantitatif dapat
        digabungkan?

Kedua pendekatan tersebut masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Pendekatan kualitatif banyak memakan waktu, reliabiltasnya dipertanyakan, prosedurnya tidak baku, desainnya tidak terstruktur dan tidak dapat dipakai untuk penelitian yang berskala besar dan pada akhirnya hasil penelitian dapat terkontaminasi dengan subyektifitas peneliti.  Pendekatan kuantitatif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variabel-variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap proses penelitian baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Didasarkan pada diskusi di atas, nampaknya tidak ada cara untuk memadu dua pendekatan yang bersifat kontradiski tersebut. Bagi para penganut murni satu metodologi, mereka tetap memegang teguh dalam menggunakan satu pendekatan saja. Sekalipun demikian ada banyak orang yang berusaha mencari titik temu untuk memadukan kedua pendekatan tersebut. Penulis memberikan saran bahwa dalam memadu kedua pendekatan yang berbeda tersebut sebaiknya dibedakan dalam tiga tataran, yaitu tataran filosofi, teoritis dan praktis.
Pertama kita akan bicarakan dari tataran filosofi yang mendasarinya. Disatu sisi pijakan filosofi pendekatan kuantitatif mengatakan bahwa realitas itu bersifat tunggal, kongkrit, dapat diamati; sebaliknya, pijakan filosofi pendekatan kualitatif menyatakan bahwa realitas bersifat ganda, bulat atau utuh, dan realitas tersebut merupakan hasil dari suatu definisi dan konstruksi.  Melihat kondisi tersebut kita akan mengalami kesulitan jika berusaha memadu kedua pendekatan tersebut dalam tataran filosofi masing-masing karena titik awal filsafat yang mendasari kedua pendekatan tersebut sudah berbeda.
Kedua pada tataran teoritis pendekatan kuantitatif didasari oleh teori positivisme, empirisme, behaviorisme, rationalisme, and fungsionalisme. Benang merah dari teori-teori tersebut ialah bagaimana cara mendapatkan kebenaran dalam ilmu pengetahuan secara empiris dengan menggunakan indera manusia dan melacak dari sudut pandang luar. Sementara itu pendekatan kualitatif didasari oleh teori-teori, seperti idealisme, fenomenologi, interaksi simbolik, dan naturalisme. Inti dari teori-teori tersebut menyatakan bahwa esensi makna atau kebenaran dapat diperoleh melalui interaksi manusia; oleh karena itu, makna terikat pada budaya manusia tertentu dan tidak bebas nilai.
Ketiga pada tataran praktis, pada tataran ini metode dan teknik untuk masing-masing pendekatan diharapkan dapat digabung atau setidak-tidaknya digunakan secara bersamaan dalam suatu penelitian tertentu. Dari pengalaman empiris di lapangan, sudah banyak para ahli metodologi menggunakan metode gabungan untuk menyelesaikan berbagai masalah dalam ilmu pengetahuan.
C.2.  Dalam kondisi yang bagaimana  pendekatan kualitatif dan   
         kuantitatif dapat   digabungkan dan dapat digunakan dalam    
         bisnis dan ekonomi?

Brymman (Brennan:1997) mengajukan model , yiatu  1). Penelitian kualitatif digunakan untuk memfasilitasi penelitian kuantitatif;  2)  Penelitian kuantitatif digunakan untuk memfasilitasi penelitian kualitatif ;3) Kedua pendekatan diberikan bobot yang sama , dan 4). Triangulasi. untuk memudahkan dalam memahami masalah ini penulis akan memberikan contoh-contoh dalam penelitian ilmu desain komunikasi visual dan Logo BNI 1946.
C.2.1. Model I Penelitian Kualitatif Digunakan untuk Memfasilitasi Penelitian Kuantitatif

Tahap pertama dalam penelitian, kita melakukan penelitian kualitatif dengan metode focus group discussion (fgd). Fgd merupakan salah satu teknik popular dalam pendekatan kualitatif yang berfungsi sebagai sarana pengumpulan informasi awal dari para informan yang diwawancarai. Teknik Fgd ini akan dapat efektif jika interaksi antara peserta diskusi dalam hal ini para informan dan memberikan jawaban yang banyak dan berkualitas serta memberikan pemikiran pemikiran baru berkaitan dengan masalah yang sedang digali, sebagai contoh  Kajian mengenai peran seorang public figure, misalnya seorang artis dalam sebuah iklan Jamu Tolak Angin yang diperankan oleh Sophia Latjuba. Pada tahap awal peneliti dapat melakukan kajian tersebut dengan melakukan penelitian kualitatif dengan metode fgd untuk mengkaji apa saja yang didapatkan dari hasil kajian tersebut berkaitan dengan peran karakter dalam iklan tersebut. Masalah-masalah yang akan muncul diantaranya:
• Apakah dengan adanya artis tersebut dapat berperan dalam     meningkatkan minat beli masyarakat?
 Apakah dengan adanya artis tersebut iklan itu sendiri menjadi menarik bagi pemirsa?
• Apakah sifat-sifat dan kehidupan sehari-hari artis tersebut dapat memperbaiki atau sebaliknya memperburuk citra perusahaan tersebut?
 Apakah dengan adanya artis tersebut pesan yang akan disampaikan oleh pihak perusahaan dapat ditangkap oleh calon konsumen mereka?
      Dari hasil diskusi kualitatif tersebut, muncul masalah yang terakhir yang paling dominan dalam pembicaraan; maka masalah yang akan diteliti ialah “ Efektivitas peranan artis Sophia Latjuba dalam menyampaikan pesan jamu Tolak Angin sehingga calon konsumen dapat memahami iklan tersebut”. Dengan menggunakan topik tersebut, peneliti harus melakukan pengecekan kepada konsumen dengan melakukan survei yang bersifat kuantitatif.
C.2.1. Model II Penelitian Kuantitatif Digunakan untuk Memfasilitasi Penelitian Kualitatif

Untuk model kedua ini dapat diberikan contoh sbb: Dalam suatu survei mengenai logo PT BNI menemukan masukan dari para pegawainya yang menyebutkan bahwa sebanyak 80% dari pegawainya menginginkan logo perusahaan tersebut diubah mengingat perkembangan jaman dan pada dasarnya logo itu mencerminkan citra perusahaan Dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin mutakhir, PT BNI sudah meninggalkan cara-cara layanan model lama atau manual. Untuk itu perubahan logo yang mencerminkan kondisi baru tersebut diperlukan. Hasil survei tersebut hanya dapat mencerminkan adanya keinginan dari para pegawai tetapi tidak dapat memberikan informasi pemikiran apa yang melandasi keinginan tersebut. Agar peneliti dapat mengungkap apa-apa yang tersirat dalam keinginan tersebut maka sebaiknya yang bersangkutan melakukan penelitian kualitatif dengan cara melakukan wawancara kepada para pegawainya dengan permasalahan, misalnya:
• Mengapa para pegawai menginginkan perubahan logo?
• Bagaimana sebaiknya bentuk logo yang baru tersebut?
• Apa isi pesan logo yang baru?
• Apakah perubahan itu bersifat modifikasi atau perubahan total?
• dlsbnya
C.2.1. Model III Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Diberikan Bobot yang Sama

Dalam model ketiga ini peneliti harus mengembangkan dua desain penelitian secara bersamaan, yaitu desain riset kuantitatif dan desain riset kualitatif. Untuk desain riset kuantitatif, metodenya survei, instrumen pengambilan data kuesioner, teknik samplingnya probabilistik, alat ukur statistik rata-rata atau persentase dan teknik analisis menggunakan statistik inferensial. Sedang untuk desain riset kualitatif, metodenya menggunakan riset partisipatori, instrumen pengambilan datanya berupa panduan wawancara, sampel sebagai informan akan dipilih sesuai dengan kebutuhan. Dalam model ini, peneliti dapat menggunakan beberapa metode yang berbeda pada saat pengambilan data dilapangan.
Model ini akan diaplikasikan dalam kasus, misalnya “Kajian peranan variasi  makanan  dalam menu yang ditawarkan oleh  restoran Sari Bento di Kota Pontianak ”. Setelah peneliti melakukan identifikasi masalah, maka masalah yang muncul ialah sbb: 1) Faktor-faktor apa saja yang mendorong adanya variasi makanan di Restoran Sari Bento   pada tahun 2010? b) Mengapa variasi makanan  yang menjadi pilihan mereka di tahun 2010?
Masalah pertama dapat diselesaikan dengan menggunakan survei. Caranya adalah: a) Pilihlah responden juru masak Restoran Sari Bento  dengan menggunakan teknik sampling random sederhana, b) mintalah mereka mengisi kuesioner yang sudah dipersiapkan dulu, dan c) gunakan statistik deskriptif untuk menganalisis hasil awalnya dan jika ingin menggunakan analisis statistik inferensial, peneliti dapat menggunakan analisis faktor .
D.  Simpulan
Kedua pendekatan tersebut masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Pendekatan kualitatif banyak memakan waktu, reliabiltasnya dipertanyakan, prosedurnya tidak baku, desainnya tidak terstruktur dan tidak dapat dipakai untuk penelitian yang berskala besar dan pada akhirnya hasil penelitian dapat terkontaminasi dengan subyektifitas peneliti.
Pendekatan kuantitatif memunculkan kesulitan dalam mengontrol variabel-variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap proses penelitian baik secara langsung ataupun tidak langsung. Untuk menciptakan validitas yang tinggi juga diperlukan kecermatan dalam proses penentuan sampel, pengambilan data dan penentuan alat analisisnya.
Pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif dapat digabungkan  dengan tujuan untuk memfasilitasi melakukan penelitian kuantitatif atau  kualitatif.
Pendekatan mixed approach pada umumnya dapat digunakan juga dalam penelitian yang bersifat evaluasi, seperti evaluasi pendidikan dan juga yang berkaitan dengan kebijakan.


Referensi
Baker, Judy, Luisa Corrada, and Melvyn Weeks. 2000. "Characterizing Polarization: An Application to Income Distribution in Urban Uruguay." Draft presented at LACEA, 2000.
Brannen, Julia. (1997). Mixing Methods: Qualitative and Quantitative  Research. Brookfield, USA: Avebury, Aldershot Publisher

Creed, Charlotte. (2004).  Mixed research methods. © 2004 commonwealth of Learning  ISBN 1-894975-14-6

Sarwono, Jonathan. (2003). Penelitian Pendekatan Kuantitatif. Bandung: Lembaga Penelitian, Universitas Komputer Indonesia

Wodon, Quentin, and Shlomo Yitzhaki. 2000. "Evaluating the Impact of Government Programs on Social Welfare: The Role of Targetinga nd the Allocation Rules Among Program Beneficiaries."M imeo,WorldB ank, Washington,D C.

Filsafat: Bukan Induk Segala Pengetahuan

Filsafat: Bukan Induk Segala Pengetahuan

Oleh Zainurrahman

Filsafat, sedari dulu hingga sekarang dipandang sebagai induk segala ilmu pengetahuan. Pertama kali orang berpikir secara positif dan kritis dengan melibatkan diri dengan berbagai persoalan pelik seputar kehidupan manusia dan alam sekitar, yaitu para filosof, dari Sokrates hingga Richard Rorty. Berbicara mengenai Filsafat sesungguhnya berbicara mengenai “seni berpikir”; oleh karena itu tidak semua berpikir disebut berfilsafat.

Ciri khas berpikir filosofis kurang lebih sistematis, komprehensif dan radikal. Orang berfilsafat karena banyak alasan, tetapi alasan utama adalah mencari jawaban atas persoalan. Akan tetapi, para filosof mutakhirin lebih menekankan proses bertanya ketimbang keberadaan jawaban, karena jawaban akan menghentikan proses berfilsafat itu sendiri.

Pikiran manusia, sebagai alat berfilsafat, mengalami perkembangan yang tidak pernah berhenti pada suatu titik. Pikiran senantiasa meluas, bertengger pada suatu problema ke problema yang lain, begitu seterusnya, terkecuali saat seseorang itu sedang tertidur. Akan tetapi, apakah filsafat merupakan induk segala pengetahuan yang selama ini orang yakini? Apakah karena untuk mengetahui sesuatu orang harus berpikir, sehingga filsafatlah yang mendahului ilmu-ilmu lain? Saya pikir ini keliru!

Penting untuk digarisbawahi, bahwa untuk berpikir, orang membutuhkan bahasa. Bahasa merupakan ilmu yang mengarahkan pikiran, silahkan anda mengatakan bahwa bahasa itu instrumen, tetapi anda keliru. Karena dengan menempatkan bahasa sebagai instrumen, anda telah memenjara bahasa itu sendiri.

Realitas tidak akan pernah dikenal jika tidak ada bahasa, dengan kata lain “Segala realitas akan bermakna jika realitas itu dapat dibahasakan”. Bahasa yang mendahului Filsafat. Ketika orang-orang zaman kuno berpikir bahwa bumi ini datar, Tuhan adalah pohon dan patung besar, sebelum Sokrates dikandungi ibunya, semua orang sudah berbahasa. Semua orang sudah berpengetahuan “bagaimana ide-ide mereka dikomunikasikan….” sehingga, BAHASA-lah yang merupakan ILMU AWAL yang mendahului segala-galanya.

Untuk berfilsafat para filosof membutuhkan bahasa. Untuk berpikir manusia membutuhkan bahasa, sebagai pengarah idenya (silahkan cari artikel dengan kata kunci Ideolinguistik). Tanpa bahasa, setiap manusia tidak dapat berpikir. Ide dan bahasa malah tidak pernah berpisah antara satu dengan yang lain.

Ilmu Bahasa (Linguistik) merupakan ilmu pertama yang ada dimuka bumi ini. Linguistik merupakan anugrah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap insan. Setiap manusia bahkan memiliki alat yang Allah gunakan untuk berbahasa, dan bahasa inilah yang ditujukan sebagai pengarah pikiran (sebagai alat untuk berfilsafat).

Keyakinan bahwa Filsafat merupakan induk segala ilmu pengetahuan mungkin tidak dapat berubah semudah itu tanpa disosialisasikan dan dibuktikan, jika anda sepakat dengan pikiran saya, mungkin andalah yang akan mensosialisasikannya. Suatu bukti adalah bahwa tidak semua ilmu dapat dijelaskan dengan filsafat, tetapi bahasa senantiasa dibutuhkan untuk menjelaskan ilmu apapun.
Filsafat induknya ilmu pengetahuan
Ilmu Pengetahuan
Pada awalnya yang pertama muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus merupakan bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu (mater scientiarum).  Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu seluruh kenyataan, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus.  Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat.
Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan kata lain tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha untuk menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas.
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafati yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah (Siswomihardjo, 2003).
Dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak saja dipandang sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi.  Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan, tetapi sudah menjadi sektoral.   Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami (Bakhtiar, 2005).
2. Definisi Ilmu Pengetahuan
Membicarakan masalah ilmu pengetahuan beserta definisinya ternyata tidak semudah dengan yang diperkirakan. Adanya berbagai definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata belum dapat menolong untuk memahami hakikat ilmu pengetahuan itu. Sekarang orang lebih berkepentingan dengan mengadakan penggolongan (klasifikasi) sehingga garis demarkasi antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lainnya menjadi lebih diperhatikan.
Pengertian ilmu     yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya  adalah :
  • Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
  • Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
  • Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
  • Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
  • Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. maka “.
  • Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu.  Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto, 2003).
Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau menggunakan logika deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai dengan fakta.
Secara lebih jelas ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi. Sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan tempat lainnya yang belum tersusun dengan baik.
Karakteristik filsafat ilmu
Dari beberapa pendapat di atas dapat diidentifikasi karakteristik
filsafat ilmu sebagai berikut.
1) Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat.
2) Filsafat ilmu berusaha menelaah ilmu secara filosofis dari sudut
pandang ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Objek filsafat ilmu
1) Objek material filsafat ilmu adalah ilmu
2) Objek formal filsafat ilmu adalah ilmu atas dasar tinjauan filosofis,
yaitu secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Manfaat Mempelajari filsafat ilmu
1) Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa semakin
kritis dalam sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus
diharapkan untuk bersikap kritis terhadap berbagai macam teori
yang dipelajarinya di ruang kuliah maupun dari sumber-sumber
lainnya.
2) Mempelajari filsafat ilmu mendatangkan kegunaan bagi para
mahasiswa sebagai calon ilmuwan untuk mendalami metode ilmiah
dan untuk melakukan penelitian ilmiah. Dengan mempelajari
filsafat ilmu diharapkan mereka memiliki pemahaman yang utuh
mengenai ilmu dan mampu menggunakan pengetahuan tersebut
sebagai landasan dalam proses pembelajaran dan penelitian
ilmiah.
3) Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah
mahasiswa lulus dan bekerja mereka pasti berhadapan dengan
berbagai masalah dalam pekerjaannya. Untuk memecahkan
masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis
berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.
Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari filsafat ilmu
diterapkan.

PERKEMBANGAN DALAM PEMIKIRAN KONSEP PEMASARAN


PERKEMBANGAN DALAM  PEMIKIRAN
KONSEP PEMASARAN
oleh ADI MURSALIN,SE,MM

PENDAHULUAN  
Pemasaran sudah dipraktikkan sejak  jaman dahulu dan bahkan sejak jaman Nabi  Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW yang dalam hidupnya melakukan perdagangan atau bisnis. Di sini, kami menekankan pada karakter dan sifat Nabi Muhammad dalam melakukan proses bisnis. Nabi Muhammad telah menunjukan bagaimana cara berbisnis yang berpegang taguh pada kebenaran, kejujuran, dan sikap amanah sekaligus bisa tetap memperoleh keuntungan yang optimal. Dengan berpegang teguh pada nilai-nilai yang terdapat pada Al-Quran dan Hadist, Nabi Muhammad melakukan bisnis secara profesional. Nilai-nilai tersebut menjadi suatu landasan yang dapat mengarahkan untuk tetap dalam koridor yang adil dan benar. Landasan atau aturan-aturan inilah yang menjadi suatu syariah atau hukum dalam melakukan suatu bisnis. Isteri Nabi Muhammad SAW, yaitu Khadizah juga merupakan champion bisnis. Ia adalah jago pemasaran pada masa itu.
Mungkin masih banyak yang belum tahu bahwa peradaban bisnis modern berkembang sejak adanya revolusi industri di tahun 1900. Revolusi ini benar-benar mengubah tatanan struktur dan perilaku masyarakat pada saat itu. Bisnis yang tadinya berciri merkantilis (berdagang) kemudian berubah menjadi kapitalis. Kekuatan modal dipergunakan untuk membangun pabrik dan organisasi perusahaan,memproduksi barang, dan memperdagangkannya.
Pada proses ini muncullah pandangan-pandangan baru tentang bagaimana perilaku pasar terjadi dan bagaimana sebuah lembaga menjalankan kegiatan operasional untuk memenuhi kebutuhan pasar. Hal-hal inilah yang kemudian melatarbelakangi munculnya ilmu praktik manajemen bisnis, termasuk marketing.
Boleh jadi, ilmu marketing ketika itu memang menjadi jawaban atas berbagai pertanyaan yang tidak bisa diakomodasi oleh ilmu ekonomi yang telah berkembang terlebih dahulu. Marketing awalnya tak lebih dari aktivitas bisnis yang sederhana. Para ekonom pun hanya memasukkannya sebagai salah satu bentuk aktivitas ekonomi. Jika dikatakan bahwa marketing adalah ilmu yang dinamis, itu memang benar adanya. Sejarah teori dan konsep marketing selalu mengikuti perubahan struktur sosial dan ekonomi masyarakat. Kemunculan ide-ide baru yang memperkaya ilmu marketing terus berkembang seiring revolusi besar peradaban manusia.
Pengembangan konsep pemasaran perlu ditinjau secara terus menerus. Pemasaran sebagai suatu disiplin perlu juga ditelusuri dari asal-usulnya sebagai kegiatan bisnis sampai pada posisi kontemporer sebagai kegiatan umum yang berlaku untuk semua jenis organisasi dan transaksi valuta. Dalam domain yang diperluas tersebut ,  sentralitas  pelanggan dipertanyakan sebagai sifat dan tingkat dari proses pertukaran yang terjadi.
Bentuk modern pemasaran memiliki proses pertukaran dan transaksi yang membuat proses sebagai fokus (Alderson 1957, p5; Bagozzi 1975, p39; Kotler 1984, p4). Kotler menyatakan bahwa pertukaran mendefinisikan konsep yang mendasari pemasaran. Ia mendefinisikan pertukaran sebagai 'seni untuk mendapatkan produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu kembali' (1988, p6). Agar pertukaran terjadi , Kotler percaya ada lima syarat yang harus dipenuhi: (1). Ada setidaknya dua pihak (2) Masing-masing pihak memiliki sesuatu yang mungkin bernilai kepada pihak lain (3) Masing-masing pihak mampu komunikasi dan pengiriman (4). Masing-masing pihak gratis untuk menerima atau menolak tawaran (5). Masing-masing pihak percaya itu tepat atau diinginkan untuk berurusan dengan pihak lain (Kotler 1988, p6).
Pemasaran karena itu terdiri dari serangkaian kegiatan yang memfasilitasi transaksi dalam perekonomian pertukaran . Sifat dan tingkat apa pertukaran tersebut dapat dipahami adalah hal  mendasar yang perlu diketahui untuk memahami domain pemasaran.
American Marketing Association (AMA) tampaknya sering mendefinisikan pemasaran. Tentu saja di Australia dan Selandia baru, teks teks dan definisi  Amreika  mendoinasi  studi disiplin pemasaran di  akademi. Saat ini AMA mendefinisikan pemasaran, sebagai  'Proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, harga, promosi dan distribusi ide barang dan jasa untuk membuat pertukaran dan memenuhi tujuan individu dan organisasi' (Marketing News, 1985, halaman 1).
Menurut definisi ini, kurangnya kekhususan sekitar kata pertukaran dan frasa yang secara jelas disengaja  oleh  individu dan organisasi yang jauh berbeda dengan American Marketing Association yang  banyak mempunyai definisi tahun 1960 yang lebih sempit. Definisi tahun 1960 menyatakan bahwa itulah pemasaran. 'Kinerja kegiatan usaha yang mengarahkan aliran barang dan jasa dari produser untuk konsumen atau pengguna' (Komite definisi, 1960, p.15). Ini tidak sangat berbeda dari definisi 1948 sebelumnya, 'Kinerja kegiatan diarahkan ke, dan insiden untuk, aliran barang dan jasa dari produser' untuk konsumen atau pengguna (American Marketing Association 1948)
Definisi 1948 Dan 1960 mencerminkan  pengalaman, sejarah dan asal-usul pemasaran. Sampai hamper 20 tahun lebih , jurnal, majalah dan teks mencerminkan  pandangan  pemasaran itu sendiri sebagai teknologi manajemen yang dapat diterapkan  pada lingkungan bisnis yang beroreintasi komersial. Ada beberapa pengecualian terhadap perspektif ini. Sebagai contoh, pada tahun 1931 Breyer menyumbang satu bab dalam buku teks pemasaran untuk mempelajari  utilitas public komoditi  pasar . Pada tahun 1951 Wiebe telah menyajikan  ide-ide provokatif dan contoh memperdagangkan  isu isu public  dengan menggunakan komunikasi pemasaran . Pada tahun 1967 Beckman dan Davidson berbicara tentang penekan  yang meningkat pada pemasaran sebagai proses social dalam tahun 1960-an.
MEMPERLUAS DOMAIN PEMASARAN
Pada tahun 1969 definisi pemasaran yang lebih luas sudah diucapkan dengan jelas  (Kotler & Levy 1969) dan kemudian definisi ini lebih lanjut diperluas oleh Kotler pada tahun 1972. Kotler dan Levy berpendapat untuk secara dramatis domain  konseptual yang diperluas  untuk pemasaran dari kegiatan bisnis yang sekarang telah, 'meresap ke dalam kegiatan masyarakat  yang jauh melampaui penjualan pasta gigi, sabun dan baja' (Kotler & amp; Levy 1969, p10). Kotler dan Levy merasa warisan bisnis pemasaran menyediakan serangkaian konsep-konsep yang berguna untuk membimbing semua organisasi apakah berorientasi pada laba atau tidak dan apakah terlibat dalam memasarkan pasta gigi, orang atau ide ide. Pada kenyataannya mereka merasa bahwa  pilihan yang dihadapi manajer di organisasi nonbusiness bukannya apakah harus menggunakan pemasaran atau tidak tetapi apakah harus menggunakan pemasaram dengan baik atau tidak  (Kotler & amp; Levy 1969, p15).
Dalam mendukung pandangan pemasaran yang inklusif ini,  Kotler and Levy menggunakan contoh  departemen kepolisian  yang sedang mengembangkan  kampanye untuk mendapatkan teman dan memengaruhi  orang-orang,  direktur museum  yang mensponsori  pameran seni kontemporer  untuk memperluas  daya tarik museum; system  sekolah umum dengan menggunakan televise  untuk mendramatisir pekerjaan agar dapat meningkatkan bantuan untuk apa yang  dilakukannya  untuk mengatasi masalah drop out  sekolah, mengembang teknik pengajaran baru dan memperkaya anak anak . junta colonel militer Yunani  yang merebut kekuasaan di Yunani pada 1967 menyewa perusahaan  hubungan public  New York public untuk mengatur surat kabar untuk  memuat satu halaman penuh di surat kabar tersebut untuk iklan yang  menyatakan, 'Yunani diselamatkan dari komunisme', dan detail dalam cetakan kecil menanyakan  mengapa pengambil alihan ini diperlukan untuk stabilitas Yunani tersebut dan di dunia dan kelompok anti merokok di Canada  yang  melakukan cara cara inovatif untuk menggunakan dana mereka yang terbatas.(Kotler & Levy 1969, p11).
Menggunakan contoh ini dan batas-batas konseptual yang di[perluas, penulis dengan bangga menyatakan bahwa, 'pemasaran telah mempunyai kesempatan barunya  dan mengaitkan  kegiatan ekonomi dengan  tujuan social yang lebih tinggi ' (Kotler & amp; Levy 1969, p15).
Satu akademi  pemasaran terkemuka cepat mencoba untuk memperlunak klaim ambisi seperti itu Ia  prihatin bahwa ketika pandangan diajukan  oleh pengarang-pengarang terkemuka seperti Kotler dan Levy, mereka langsung menerimanya. Jadi pendapat yang bertentangan  membutuhkan suara kuat (Luck 1969). Memang Luck berpendapat bahwa jika sebuah definisi dibuat kerangkanya untuk memenuhi pernyataan Kotler dan Levy .
pemasaran tidak lagi akan dibatasi dari lembaga atau tujuan akhir dari kegiatan. Jika tugas yang dilakukan, di mana saja oleh siapa saja, bahwa beberapa kemiripan dengan tugas yang tampil dalam pemasaran, yang akan menjadi pemasaran ' (Luck 1969, p53).
Kemudian pemasaran dikembangkan lagi dengan menambah tujuan social . bagaimana konsep dan teknik pemasaran dapat secara efektif diterapkan untuk promosi tujuan-tujuan sosial seperti persaudaraan, aman mengemudi dan keluarga berencana (Kotler & amp; Zaltman, 1971). Para penulis mengklaim untuk menunjukkan bagaimana sebab-sebab social  bisa maju secara lebih berhasil melalui menerapkan prinsip-prinsip analisis  pemasaran , perencanaan dan kontrol untuk masalah-masalah perubahan sosial. Pertanyaan Wiebe diajukan  pada tahun 1952, 'mengapa Anda tidak dapat  menjual persaudaraan seperti Anda menjual sabun?' (Wiebe 1951-2, p679), secara sederhana dijawab , 'Anda dapat'. Jawabn ini memperluas  lagi  domain pemasaran untuk memasukkan tidak hanya organisasi non-business dan nirlaba organisasi yang terlibat dalam proses pertukaran bilateral, tetapi juga organisasi yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan perubahan sosial
Yang menjadi Ironi di sini adalah bahwa perluasan definisi pemasaran  ini telah melanggar  premis dasar  konsep pemasaran yang sudah muncul tahun 1950-an yang beroreintasi pada  konsumen . Konsep pemasaran berbeda  dengan orientasi penjualan yang telah mendahuluinya dan orientasi produksi yang merupakan model pemasaran tahun 1930-an pemasaran. Menurut  istilah konsep pemasaran, pelanggan pusat dan organisasi memenuhi tujuan mereka oleh menemukan dan tetap berhubungan dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan potensial  dan kemudian memuaskan mereka dengan menghasilkan produk yang sesuai.
Namun, dalam program-program perubahan sosial yang direncanakan, sangat jarang pelanggan atau pasar sasaran yang mempunyai pandangan pada kebutuhan dan keinginan  yang dicari. Hal ini biasanya pandangan orang-orang yang mempunyai  kekuasaan, pengaruh dan kadang-kadang pengetahuan, dan yang tahu  apa yang terbaik bagi pasar sasaran tersebut  atau apa yang benar benar dibutuhkan dan diinginkan oleh pasar sasaran atau apa yang seharusnya diinginkan . Dalam program-program seperti itu, poduk tidak dimodifikasi  agar produk tersebut dapat diterima oleh pasar sasaran tersebut, seperi yang terjadi dalam  pertukaran ekonomis di pasar bisnis, upaya-upaya tersebut perlu dilipatgandakan kembali  untuk membuat  pasar sasaran memahami secara lebih baik apa itu baik atau terbaik bagi mereka. Dalam menulis  teks mengenai  pemasaran strategic untuk organisasi nirlaba, Lauffer memberikan contoh-contoh spesifik dari pengalaman hidupnya sendiri sebagai seorang pekerja sosial untuk mendukung pandangan ini (Lauffer, 1984). Ia menunjukkan bahwa banyak pekerja sosial mulai dengan asumsi bahwa produk mereka, layanan yang disediakan, dapat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan publik. Mereka menganggap bahwa ada kebutuhan (bahkan kadang-kadang tidak ada permintaan) untuk layanan yang disediakan, sebab  mereka yakin bahwa mereka baik bagi orang-orang (Lauffer 1984, pxii).
Saya ingat bekerja untuk agen jasa milik  keluarga di mana masalah semua orang masalah didefinisikan dalam istilah psiko-analitik saat klien yang berjalan melalui pintu depan. Itu tidak peduli apa klien meminta - perumahan, bimbingan dalam coping dengan penuaan orangtua, atau membantu dengan seorang anak yang menderita cacat belajar . Jasa konseling yang berorientasi produk dianggap oleh staf merupakan  sesuatu yang diperlukan oleh klien tersebut. Staf kemudian mulai membentuk persepsi klien  tentang kebutuhannya  menurut definisi mengenai pelayanan menurut agen tersebut  dan mendidik klien agar dapat mempergunakan layanan tersebut sefefktif mungkin  (Lauffer 1984, ppxii-xiii).
Many other contemporary examples spring to mind such as economical driving, safe sex and self examination for cancerous growths. The needs and wants of those who enjoy accelerating away from traffic lights, or who wish to continue what are considered by some to be promiscuous or deviant sexual practices, or who do not wish to know they have a malignant tumour, are not central to the relevant programme of social change. The needs and wants of such persons may well need to be modified for the greater good of society or some other social, moral or economic purpose. Whatever justification for such activity, it is not an arena where the marketing concept is applied.type your keyword(s) here..

Banyak contoh kontemporer yang sering melintas di pikiran  seperti ekonomis mengemudi , seks yang aman dan pemeriksaan untuk diri pertumbuhan kanker . kebutuhan dan keinginan orang orang yang menikmati mempercepat jauh dari lampu lalu lintas , atau yang ingin melanjutkan apa yang dianggap oleh beberapa menjadi promiscuous atau menyimpang praktek seksual , atau yang tidak ingin tahu mereka memiliki tumour ganas , tidak penting dalam program perubahan sosial yang relevan . kebutuhan dan keinginan orang seperti itu mungkin perlu dimodifikasi untuk kebaikan orang banyak dari masyarakat atau beberapa sosial lain , tujuan moral atau ekonomi . apa pun pembenaran untuk kegiatan tersebut , hal ini tidak arena di mana konsep pemasaran ini diterapkan . tipe keyword anda ( s ) di sini . .

 Pemasaran (Inggris:Marketing) adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.
Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Contohnya, seorang manusia membutuhkan air dalam memenuhi kebutuhan dahaganya. Jika ada segelas air maka kebutuhan dahaganya akan terpenuhi. Namun manusia tidak hanya ingin memenuhi kebutuhannya namun juga ingin memenuhi keinginannya yaitu misalnya segelas air merek Aqua yang bersih dan mudah dibawa. Maka manusia ini memilih Aqua botol yang sesuai dengan kebutuhan dalam dahaga dan sesuai dengan keinginannya yang juga mudah dibawa.
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar. Pemasar ini sebaiknya memiliki pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran agar kegiatan pemasaran dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia terutama pihak konsumen yang dituju.
Top of Form
Evolusi Pemasaran
Evolusi Pemasaran :
Produksi-Produk-Penjualan-Pemasaran-Pemasaran Kesejahteraan
Konsep Produksi :
Pemasar berkonsentrasi pada proses produksi, produsen berama-ramai membuat produk dalam jumlah besar untuk di jual ke konsumen. Model ini hidup pada masa awal industrialisasi. Contoh Ford dengan mobil model ‘T’ yang diproduksi secara masal.
Konsep Produk :
Pemasar tidak hanya sekedar melempar produk ke pasar dalam jumlah besar akan tetapi mulai berkonsentrasi pada kualitas. Kualitas produk menjadi senjata utama untuk bersaing di pasar.
Contoh Ford meluncurkan produk inovasinya yaitu mobil bermesin V.8.
Konsep Penjualan :
Orientasi pasar tidak lagi pada jumlah produk yang banyak atau pengembangan kualitas produk, namun bagaimana cara menjual produk tersebut.. Mulai saat itu para pemasar memperkenalkan produk ke konsumenya melalui distribusi, promosi, periklanan, dan public relations.
Contoh Ford, General Motor, Chysler tidak hanya memproduksi mobil dalam jumlah banyak dengan berbagai macam tipe dan keunggulannya, namun berkonsentrasi pada penjualan.
Konsep Pemasaran :
Konsep pemasaran lebih luas ketimbang konsep penjualan. Pemasar tidak hanya sekedar bermain pada distribusi, promosi, periklanan, dan public relations. Konsentrasi pemasar diarahkan kepada konsumen. Membangun kepuasan konsumen menjadi tujuan utama melalui kualitas, pelayanan, dan nilai.
Contoh Ford, General Motor, Chysler memproduksi mobil dengan kualitas prima ditambah pelayanan istimewa yang memunculkan istilah baru seperti pelayanan purna jual, 24 jam service, saluran hotline atau gratis spare part yang kesemuanya demi kepuasan konsumen.
Konsep Pemasaran Kesejahteraan :
Konsep ini di ilhami oleh teori perilaku (behavior theory)-nya Abraham Maslow,. Pada tingkat kelima dikenal dengan istilah aktualisasi diri., lalu memunculkan konsep pemasaran kesejahteraan.
Pada konsep pemasaran ini perusahaan mulai memperhatikan masyarakat yang telah turut membesarkan perusahannya. Perusahaan merasa perlu membalas jerih payah masyarakat.