Rabu, 04 Januari 2012

Filsafat Ilmu


Filsafat Ilmu
June 2, 2010
Konsep filsafat dan perannya bagi pengembangan ilmu.
Dari arti kata, filsafat terdiri dari kata philein yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksaan. Cinta dapat diartikan sebagai hasrat yang besar atau sungguh-sungguh, sedangkan kebijaksanaan adalah kebenaran atau keinginan yang sesungguhnya. Jadi filsafat adalah hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati. Tetapi menurut pengertian secara umum, filsafat berarti kajian atau penciptaan tentang teori mengenai hakikat “sesuatu” untuk memperoleh kebenaran. Dengan demikian berfilsafat berarti mengoreksi diri, atau semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau, yaitu kebenaran segala hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.
Dari uraian singkat di atas, point yang dapat diambil bahwa filsafat adalah pandangan hidup, analisis dan abstraksi, hasil pemikiran, atau hasil perenungan manusia yang paling dalam, kritis, mendasar, dan  menyeluruh. Tentunya ini merupakan refleksi atau pendalaman lebih lanjut dari hakikat “sesuatu” yang dinyatakan dalam bentuk yang sistematis.
Selain dari konsep yang ada, filsafat itu sendiri memegang peranan penting dalam pengembangan ilmu. Dengan filsafat itu bisa menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu yang akhirnya bermuara pada pengembangan ilmu. Hal ini dilihat dari dimensi Ontologi. Epistimologi, dan Aksiologi.
Ontologi berkenaan dengan objek yang menjadi kajian ilmu dan batas-batas kajian yang membedakan ilmu dengan jenis pengetahuan lainnya. Ontologi merupakan sarana ilmiah untuk menemukan jalan penanganan masalah secara ilmiah. Pertanyaan dari aspek Ontologis ini diantaranya adalah obyek apa yang ditelaah ilmu dan bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut.
Epistemologi berkenaan dengan cara pengembangan ilmu, prosedur pengembangan ilmu, dan kriteria agar pengembangan ilmu tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Ini terutama berkaitan dengan metode keilmuan dan sistematika isi ilmu.
Aksiologi membicarakan pemanfaatan ilmu. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana ilmu itu dapat dimanfaatkan, bagaimana kaitannya dengan cara penggunaannya agar tidak  menimbulkan kemudlorotan bagi umat manusia dan lingkungannya.
Penjelasan tentang komprehensif (salah satu karakteristik berfikir filsafat), dan ilustrasinya di bidang keilmuan.
Maksud dari komprehensif adalah mencakup secara menyeluruh. Dalam berfikir secara kefilsafatan akan berusaha untuk menjelaskan fenomena yang ada secara keseluruhan atau sebagai suatu totalitas. Sering dalam buku-buku filsafat dijelaskan bahwa seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang, yang berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya.  Seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.
Ilustrasi yang sering digunakan adalah orang-orang buta yang ingin memberikan gambaran tentang sesuatu yang dinamakan dengan gajah. Tentunya penjelasan yang diperoleh dari  orang-orang buta tersebut akan berbeda-beda, sesuai dengan apa yang dipegangnya. Selain itu dalam bidang keilmuan, dapat mengambil ilustrasi dari para ahli dan pohon nangka. Kali ini para ahli yang diundang untuk penjelasan penelitian tentang pohon nangka adalah ahli ekonomi, ahli pertanian, ahli biologi, ahli hukum, dan ahli bangunan. Para ahli yang tidak berpikir secara filsafati tentunya akan menjelaskan apa yang diamati dari pohon nangka tersebut sesuai dengan bidang yang dikuasainya. Ahli ekonomi akan meninjau atau mengamati dari aspek ekonomi saja, seperti harga kayu dan buah dipasaran. Ahli pertanian akan menjelaskan tentang proses pertumbuhan pohon nangka dan tingkat kesuburan tanahnya. Ahli biologi akan menjelaskan tentang struktur dalam  pohon nangka tersebut. Ahli hukum akan menjelaskan status kepemilikan pohon dan tanahnya. Sedangkan ahli bangunan akan menjelaskan kegunaan dan kriteria dari pohon nangka yang bagus sebagai bahan bangunan. Hasil penjelasan tersebut tentu akan berbeda dengan penjelasan ahli yang berfikir secara filsafati, ia akan menjelaskan pohon nangka tersebut secara totalitas.
Penjelasan tentang  pernyataan , bahwa “Objek kajian ilmu adalah hal-hal yang dapat diamati dan terukur”.
Saya setuju dengan pernyataan tersebut, karena menurut paradigma positivisme, objek ilmu adalah sesuatu yang bersifat Observable (dilihat), Repeatable (diulangi), Measurable (diukur), Testable (dites), dan  Predictable (diperkirakan). Selain itu, ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Pertama ialah objektif, yang mana ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dengan adanya syarat itu, maka objek kajian ilmu harus dapat diamati. Syarat kedua ialah metodis, yang mana ini adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah, sehingga membutuhkan observasi, eksperimen, survai, ataupun studi kasus. Sehingga objek kajian ilmu itu harus bisa diamati dan diukur.
Konsep metode ilmiah dan cerminannya dalam struktur penelitian.
Metode ilmiah adalah metode pemecahan masalah yang merupakan penggabungan antara teori dan data, rasionalisme dan empirisme, deduksi dan induksi, justifikasi dan verifikasi, serta kebenaran koherensi dan kebenaan korespondensi. Secara sederhana metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru/ pengembangan pengetahuan yang telah ada.
Metode ilmiah ini merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Selain itu, metode ilmiah juga harus didasari oleh sikap ilmiah dari peneliti atau ilmuwan itu sendiri. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah: rasa ingin tahu, jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada), objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi), tekun (tidak putus asa), teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan), dan terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain).
Langkah-langkah metode ilmiah tercermin dalam struktur penelitian (ilmiah), baik penelitian dengan pendekatan kuantitatif maupun penelitian kualitatif. Hal ini dapat dilihat dari langkah-langkah atau kerangka berpikir ilmiah dalam pelaksanaan metode ilmiah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Pelaksanaan tersebut meliputi beberapa tahap. Pertama, pengajuan masalah yang memuat tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian. Kedua, penyusunan kerangka teoritis yang diawali dengan identifikasi dan kajian berbagai teori yang relevan, serta diakhiri dengan pengajuan hipotesis yang merupakan keimpulan dari kerangka yang telah disusun. Ketiga, pengujian hipotesis yang berupa penyusunan data yang relevan untuk menilai kesesuaian antara materi pernyataan yang terkandung dalam hipotesis dengan kenyataan empiris yang sebenarnya. Termasuk di dalamnya pemilihan dan penentuan metode penelitian, teknik dan instrument pengumpulan data, sumber data, lokasi penelitian, dan teknik analisis data. Tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan. Tahap ini untuk menilai apakah kenyataan empiris sesuai atau tidak dengan hipotesis yang diajukan.
Hubungan antara ilmu dengan agama (bagaimana ilmu dapat mengembangkan agama dan bagaimana agama dapat mengembangkan ilmu).
Pada dasarnya, ilmu adalah segala sesuatu yang diketahui manusia. Sedangkan agama adalah kumpulan keyakinan, kepercayaan, hukum-hukum, dan etika-etika yang bertujuan untuk menyempurnakan dan mengatur kehidupan manusia menuju kepada kebaikan di dunia dan akherat. Meskipun wilayah agama dan ilmu masing-masing sudah saling membatasi dengan jelas, bagaimanapun ada hubungan, sikap “saling menyapa”, dan ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya. Persoalan hubungan ini sebenarnya juga sudah muncul sejak abad pertengahan mengenai pusat alam semesta. Terdapat perbedaan pendapat dari ilmuwan dan agamawan, tetapi ini merupakan suatu anugrah yang membawa perkembangan untuk hubungan keduanya.
Ilmu dapat membantu menyampaikan lebih lanjut ajaran agama kepada manusia. Sebaliknya, agama dapat membantu memberikan jawaban terhadap problem yang tidak dapat dijawab oleh ilmu. Agama adalah yang menentukan tujuan, dan ilmu hanya dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami oleh aspirasi terhadap kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan ini, tumbuh dari wilayah agama. Termasuk juga disisni adalah kepercayaan akan kemungkinan bahwa pengaturan yang absah bagi dunia ini bersifat rasional, yaitu dapat dipahami nalar. Keadaan ini dapat diungkapkan dengan suatu citra ; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta. Dengan kata lain, tidak ada pengetahuan pada satu sisi, juga agama pada satu sisi.
Menurut pandangan Islam bahwa keberadaan agama Islam menjadi sumber motivasi pengembangan ilmu. Agama Islam yang bersumberkan al-Qur’an dan Hadits, mengajar dan mendidik manusia untuk berpikir dan menganalisis tentang unsur kejadian alam semesta beserta isinya. Hal ini menjelaskan bahwa para ilmuwan sekarang hanya menemukan apa yang telah tersebut di dalam Al-Qur’an sejak 1400 tahun yang lalu. Hal ini mengingatkan kita pada pernyataan sebagai berikut: Siapa yang memberitahukan Nabi Muhammad tentang hal ini? Siapa yang menurunkan pengetahuan ini kepadanya? Sebab, inilah kebenaran yang se-zaman dengan apa yang diketahui oleh para ilmuwan, baik itu mereka sebagai ahli astronomi, ahli kelautan, ahli geologi atau ahli dalam bidang keilmuwan yang lain, akan tetapi Al-Qur’an dan Sunnah telah menyebutkannya.
Dengan demikian, agama telah memberikan ruang lingkup bagi pengembangan ilmu dan teknologi. Disisi lain pengembangan ilmu dan teknologi jangan sampai menjauhkan apalagi menghapuskan peran agama. Selain itu, dapat dipahami bahwa membicarakan masalah ilmu dalam pandangan religius, bukan saja dalam persoalan pandangan agama terhadap ilmu. Akan tetapi, ilmu itu sendiri dalam kerangka agama yang mengakui dan mengembangkan keberadaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Dengan uraian singkat ini dapat diketahui bahwa ada hubungan antara agama dan ilmu.
Leave a

Tidak ada komentar:

Posting Komentar